Perbankan
Pertumbuhan industri perbankan syariah
terus meningkat tercermin dari jumlah lembaga keuangan syariah yang terus
bertambah. Sampai dengan akhir Juli 2020, Indonesia telah memiliki 14 Bank Umum
Syariah (BUS) dan 20 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan jaringan kantor dan
layanan yang tersebar luas di seluruh Indonesia. Dari 14 BUS, 2 diantaranya
adalah milik pemerintah daerah yaitu BPD Aceh dan BPD NTB sedangkan dari 22 UUS
terdapat 13 UUS yang merupakan miliki BPD.
Perkembangan ekosistem perbankan
Indonesia saat ini telah bergerak sedemikian cepat dan dinamis dan didukung
kemajuan teknologi yang terus berkembang. Besarnya biaya investasi penerapan
teknologi pendukung ini memerlukan tuntutan penguatan modal dan peningkatan
skala usaha yang berkelanjutan. Dengan demikian, tuntutan tambahan modal,
peningkatan skala usaha, dan dukungan infrastruktur teknologi makin memberikan
tantangan bagi perbankan, baik perbankan Nasional maupun Daerah.
Untuk itu, OJK menerbitkan Peraturan
OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tanggal 16 Maret 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum dengan
pertimbangan bahwa untuk penguatan struktur, ketahanan, dan daya saing industri
perbankan nasional melalui penguatan permodalan bank dan konsolidasi
perbankan. Melalui konsolidasi bank
diharapkan akan menciptakan bank-bank yang mampu menghadapi tantangan dan
tuntutan inovasi produk dan layanan berbasis teknologi sehingga memiliki
kemampuan adaptasi lebih besar dan mampu menjawab berbagai tantangan kondisi
perekonomian global, dinamika struktur perbankan nasional, termasuk sebagai
upaya untuk penanganan bank bermasalah. Disamping itu, konsolidasi bank
mendorong bank nasional tidak hanya tangguh di lingkup domestik, namun juga
kompetitif di lingkup regional dan global.
Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 juga mengantur tentang Kewajiban Bank milik
Pemerintah Daerah untuk memenuhi Modal Inti minimum paling sedikit
Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah) paling lambat tanggal 31 Desember
2024, dan secara bertahap Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) paling
lambat tanggal 31 Desember 2021. Rencana tindak pemenuhan Modal Inti minimum
bagi setiap Bank disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagai lampiran
rencana bisnis Bank.
Bank yang
tidak memenuhi kentuan dalam POJK tersebut dapat dikenai sanksi dan Bank yang
telah dikenai sanksi administratif, diwajibkan menyesuaikan bentuk dan
kegiatan usaha Bank menjadi BPR atau BPRS, atau mengajukan permohonan pencabutan izin usaha atas permintaan
Bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Bank Umum
atau Bank Umum Syariah. Namun demikian ketentuan tersebut juga memberikan
kesempatan apabila pada tahun 2024 belum dapat memenuhi persyaratan permodalan
dapat memperloleh pengecualian. Untuk memperoleh pengecualian sebagaimana
dimaksud Bank harus memenuhi
persyaratan:
a. 1. penilaian Tingkat Kesehatan Bank dan/atau
penilaian Tata Kelola membaik dan stabil dalam periode penyesuaian; dan
b. 2. melakukan upaya untuk mendorong konsolidasi
perbankan dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
Komentar
Posting Komentar